Ikor Unair"Online"
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Ada
dua pertimbangan penting ginekologi yang berhubungan dengan latihan yang
sebaiknya dibahas, yaitu : (1) haid atau menstruasi dan (2) kehamilan,
persalinan dan cedera organ reproduksi.
1.2
Tujuan
Makalah ini dibuat untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan Dosen pembimbing serta menjadi media
penambah wawasan dalam proses pembelajaran khususnya tentang perempuan dan
olahraga.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pertimbangan
Ginekologi
Ada dua pertimbangan penting ginekologi
yang berhubungan dengan latihan yang sebaiknya dibahas, yaitu : (1) haid atau
menstruasi dan (2) kehamilan, persalinan dan cedera organ reproduksi.
2.1.1
Haid/
Menstruasi
Fokus
utama mengenai siklus mentruasi pada atletik adalah pada pengembangan baik pola
yang tidak teratur (oligomenorrhea) atau penhentian di atas 90 hari (amenorrhea). Amenorrhea primer didefinisikan sebagai keterlambatan mentruasi
pertama (menarche) melampaui dari
usia 16 tahun, sedangkan amenorrhea
sekunder adalah berhentinya menstruasi pada perempuan yang sebelumnya telah
menstruasi.
Siklus
menstruasi (ovulasi) adalah fenomena fisiologi yang kompleks. Wells dan Hale sudah mempresentasikan diskusi fisiologi dan respon menstruasi
selama keikutsertaan dalam olahraga (sport).
Beberapa tipe amenorrhea sekunder
dapat diidentifikasikan, termasuk : (1) anovulasi hipotalamik kronis, (2)
anovulasi pituitari kronis, (3) umpan balik yg kurang sesuai antara hipotalamus
atau pituitari, dan (4) endokrin atau disfungsi metabolik lain. Amenorrhea atletik ditempatkan pada
kategori anovulasi kronis. Sepanjang organ memungkinkan dan faktor psikogenik
mendukung amenorrhea sekunder, hal ini
menyulitkan peneliti untuk menyajikan penyebab dan akibat pasti yang
berhubungan dengan faktor-faktor spesifik tentang keikutsertaan olahraga dan amenorrhea sekunder. Namun, mari kita
coba dengan mendiskusikan beberapa kemungkinan penyebab dan faktor-faktornya.
Gambar 2.1. The age which menstruation begins (menarche)
is significantly higher in the American female athlete than in her nonathletic
counterpart. As indicated, both high-school and college athletes attained
menarche later than nonathletes, and the various groups of national and Olympic
athletes attained menarche later than the high- school and college athletes.
(Based on data from Feicht et al., Malina et al., Stager et al., and Wakat and
Sweeney).
2.1.2
Usia
Menarche
Usia
mulai menstruasi (menarche) secara
signifikan lebih tinggi pada atlet perempuan Amerika dibandingkan pada non
atlet. Contoh dapat dilihat pada gambar 2.1, atlet-atlet SMA dan college
terlihat menarche secara signifikan
lebih lambat dibanding non atlet dan beberapa grup atlet nasional dan olimpiade
menarche secara signifikan lebih
lambat dibanding atlet SMA dan college. Hasil ini mengindikasikan keterlambatan
menarche atlet kaliber nasional dan
internasional dan hubungan antara keterlambatan menarche dengan level kompetisi
utama. Dalam satu penelitian yang melibatkan perenang kompetisi, atlet yang
lebih sukses melaporkan terlambat menarche
dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang kurang sukses.
Di
sisi lain, usia menarche atlet-atlet
Hungaria diketahui hanya sedikit terpengaruh dengan kompetisi atletik. Perenang Swedia, usia menarche sedikit lebih awal dibandingkan dengan non atlet,
sedangkan pada perenang muda lainnya (11-12 tahun), kematangan seksualnyalebih
cepat, yang ditunjukkan dengan pengembangan payudara dan rambut pubis/
kemaluan, ditemukan pada finalis dari kompetisi kelompok umur nasional
dibandingkan dengan semifinalis. Hasil ini menyimpulkan bahwa mungkin ada
hubungan kematangan yang berbeda untuk olahraga yang berbeda dan level
kompetisi antara atlet perempuan negara yang berbeda. Namun, sebagian besar
informasi ini, berbeda dengan informasi terbaru yang dikumpulkan pada gambar 1.1,
yang sudah dikumpulkan hampir 25 tahun yang lalu. Pada waktu itu, latihan dan
kompetisi pada program atletik perempuan banyak perbedaan dalam ruang lingkup
dan intensitas daripada saat ini, faktor yang pasti akan memiliki pengaruh pada
hasil.
Setiap
saat, mengingat fakta bahwa terlambatnya menarche
pada sebagian besar atlet perempuan dengan kemampuan tinggi, menimbulkan dua
pertanyaan : (1) apakah yang menyebabkan terlambatnya menarche dan (2) apakah maknanya? Mengenai penyebabnya, telah
menunjukkan bahwa olahraga menyebabkan peningkatan prolaktin, salah satu hormon
yang di sekresi oleh kelenjar pituitari dan bertanggung jawab mempersiapkan
payudara untuk menyusui (laktasi). Pada atlet remaja, hal ini bisa menciptakan
apa yang dirujuk sebagai “prolactin
impregnation” pada ovarium yang matang, efek yang cukup untuk menunda
pematangan lebih lanjut dari ovarium dengan hormon lain yang di sebut follicle-stimulating hormone(FSH). Hal
ini dapat mengakibatkan terlambatnya menarche
atau kondisi amenorrhic sementara
(berhentinya menstruasi) agak mirip dengan ibu yang menyusui.
Hubungan
terlambatnyamenarche dan keberhasilan
dalam olahraga mempunyai dua signifikansi utama, satu berkaitan dengan
aspek-aspek fisiologi dan yang lain dengan aspek-aspek sosiologi.
1.
Karakteristik fisik dan fisiologi
berhubungan kematangan pada perempuan, dalam banyak hal, lebih sesuai untuk
performa/penampilan atletik yang sukses. Contohnya pada perempuan dengan
kematangan lambat mempunyai tungkai panjang, hip yang ramping, berat yang
kurang, dan lemak tubuh relatif sedikit dibandingkan perempuan dengan
kematangan awal. Sebaliknya, pada renang, kematangan awal dibandingkan dengan
kematangan lambat mungkin lebih banyak keuntungannya karena kekuatan yang besar
dan lemak tubuh cenderung meningkatkan performa renang pada perempuan. Ini akan
berkorelasi baik dengan temuan tersebut bahwa usia yang sedikit lebih awal menarche pada perenang Swedia, dan usia
finalis renang kelompok lebih dikembangkan sesuai jenis kelamin.
2.
Pada kultur/ budaya Amerika, kematangan
perempuan yang kemudian di sebut “sosialis” jauh dari kompetisi olahraga. Akibatnya,
perempuan dengan kematangan lambat cenderung menampilkan level yang tinggi
dibanding rekan-rekan mereka yang matang awal dengan usia yang sama pada
remaja (misal : 14-15 tahun). Dengan
kata lain, setelah perempuan mengembangkan karakteristik penuh sebagai
perempuan dewasa, minatnya, melalui tekanan sosial, diarahkan jauh dari
olahraga dan keluarga dan/ atau tujuan karir. Meskipun perubahan ini, masih
merupakan faktor yang signifikan saat ini.
Catatan
akhir yang tepat. Usia rata-rata menarche
di United state dilaporkan 12.8 tahun dengan standar deviasi 1.2 tahun.
Artinya, secara statistik, 95% dari semua remaja perempuan mendapatkan menarche pada usia 15.15 tahun dan 99%
mendapat menarche 15.9 tahun. Tak
satu pun dari kelompok atletik pada gambar 2.1 memiliki nilai rata-rata di luar
distribusi normal. Permulaan/ awal menarche
dianggap tidak terlambat, oleh dokter spesialis reproduksi endokrinologi,
kecuali remaja perempuan tetap premenarchal
pada usia 16 tahun.
2.2
Latihan
dan Gangguan Menstruasi
Berdasarkan
informasi yang dikumpulkan bertahun-tahun yang lalu, kesimpulannya adalah bahwa
olahraga tidak muncul untuk mempengaruhi gangguan menstruasi secara signifikan.
Seperti contoh, pada 1963, dilaporkan bahwa pada kelompok perempuan perenang
elit Swedia, 81% memiliki menstruasi yang teratur di sekitar interval 4 minggu.
Kedua durasi menstruasi dan kehilangan darah tidak berbeda dari yang biasanya
ditemukan pada gadis-gadis muda. Pada 1964, dari 557 atlet wanita Hongaria, 84%
menunjukkan tidak ada perubahan dalam siklus menstruasi mereka karena
keikutsertaan olahraga. dari 16% yang memang menunjukkan tanda-tanda perubahan,
30% yang menguntungkan, sedangkan 70% tidak menguntungkan. Perubahan yang tidak
menguntungkan lebih sering pada yang lebih muda dibandingkan pada kelompok usia
yang lebih tua. Siklus menstruasi ditemukan berirama pada 61 dari 66 atlet
wanita yang ikut serta dalam olimpiade 1964.
Kesimpulan
sebelumnya bahwa olahraga tidak secara signifikan mempengaruhi gangguan
menstruasi diubah berdasarkan temuan penelitian baru-baru ini. Hal ini terutama
berlaku untuk atlet wanita yang terlibat dalam pelatihan intensitas tinggi dan
kompetisi, seperti dalam lari jarak jauh, senam, renang, penari balet
profesional. Sebagai contoh, sekitar sepertiga dari pelari jarak jauh perempuan
mengembangkan amenorrhea (penghentian
menstruasi) selama pelatihan mereka dan musim kompetitif. Ini bisa dilihat pada gambar 14.27. di A,
kejadian amenorrhea adalah 34% pada kelompok pelari, 23% pada kelompok jogging,
dan hanya 4% pada kelompok kontrol yang tidak berlari. Pada penelitian ini,
pelari perempuan didefinisikan sebagai mereka yang berlari lebih dari 30 mil
per minggu dan dikombinasikan lama, berlari jarak lambat dengan kecepatan
kerja. Para joggers, di sisi lain,
yang didefinisikan sebagai perempuan yang berlari lambat dan mudah yang hanya 5
sampai 30 mil per minggu. rata-rata jumlah menstruasi per tahun untuk kontrol
adalah 11,85, 10,32 untuk jogging, dan untuk pelari 9.16 (gambar 14.27)
Untuk
evaluasi yang lebih lanjut dari pola menstruasi pelari perempuan yang diberikan
dalam inset Gambar 14.27B. sebanyak 24% dari pelari wanita memiliki lima atau
lebih sedikit menstruasi per tahun. juga, meskipun tidak ditunjukkan pada
gambar, kejadian amenorrhea tampaknya secara signifikan lebih besar pada mereka
pelari wanita dan lari dengan akhir awal menarche, yang tidak mengalami
kehamilan, atau yang telah mengambil hormon kontrasepsi.
Gambar 2.2.
A. Approximatelly one-third of female distance runners develop
amenorrhea (cessation of menstruation) during their training and competitive
seasons. B. The average number of menses per year is lower in runners and
joggers than in controls. Further evaluation of the menstrual pattern of female
runners is given in the inset. (Based on data from Dale et al.)
Penyebab
pasti amenorrhea pada atlet perempuan tidak diketahui. Namun, apapun
penyebabnya, itu tampaknya terkait baik dengan intensitas pelatihan atau
kekurangan gizi, atau keduanya, pada individu sangat rentan terjadi.Sebagai
contoh, lihat pada gambar 2.2 penyebab dari amenorrhea
pada atlet perempuan adalah pada pelari jarak menengah didapatkan secara
langsung terkait dengan pelatihan jarak tempuh mingguan mereka. Hal ini dapat
ditafsirkan bahwa amenorrhea
disebabkan oleh pelatihan atau kompetisi itu sendiri, atau oleh beberapa faktor
lain yang berhubungan dengan latihan kronis, seperti kehilangan berat badan
atau stres fisiologis umum, dalam kasus latihan/ training itu sendiri, training
yang lebih intensif dapat menyebabkan kinerja yang lebih baik dan dengan
demikian lebih meningkatkan stress.
Gambar 2.3. The incidence of amenorrhea in female
middle-distance runners is direcly related to their weekly training milage
Penurunan
berat badan yang berlebihan melalui pengurangan simpanan lemak tubuh telah
terbukti berhubungan dengan amenorrhea.
Simpanan lemak yang lebih rendah banyak pada atlet perempuan, khususnya lari
jarak jauh dan senam, bisa menjadi kemungkinan penyebab amenorrhea pada atlet ini. Bagaimanapun, mungkin tak ada jumlah
tunggal kehilangan lemak tubuh, atau pelatihan dalam hal ini, yang akan
menyebabkan amenorrhea di setiap
perempuan. Sebaliknya, setiap perempuan mungkin memiliki ambang batas yang
berbeda untuk amenorrhea, yang
mungkin terkait dengan salah satu faktor yang telah disebutkan sebelumnya. Faktor
lain yang harus dikenalkan adalah kemungkinan kekurangan gizi kronis pada
bagian tertentu dalam populasi atletik. Ketika pelari amenorrheic (AR) dan
pelari eumenorrheic (ER) dibandingkan pada dasar asupan
makanan, ada perbedaan dalam asupan kalori total antara kedua kelompok ini.
Pada satu penelitian, asupan kalori tidak berbeda bermakna antara kedua
kelompok, sedangkan yang lain, pelari eumenorrheic
memiliki asupan kalori lebih tinggi daripada pelari amenorrheic. Dalam kedua studi, jarak tempuh total tercakup dalam
mingguan, melebihi 31 mil per minggu dan berat badan yang stabil selama
beberapa bulan. Tingkat metabolisme istirahat lebih rendah pada pelari amenorrheic daripada pelari eumenorrheic. Dalam kata lain, kebutuhan
kalori istirahat untuk pelari amenorrheic
adalah pada tingkat yang lebih rendah. Lebih lanjut, ia mengamati bahwa kekurangan
gizi yang nyata dan bahwa pelari amenorrheic
dinilai lebih tinggi pada skala pola makan menyimpang. Tampak bahwa pelari amenorrheic dipertahankan keseimbangan
energi (pemeliharaan berat badan) melalui pengurangan resting metabolic rate (RMR).
Pada
akhirnya, pertanyaan-pertanyaan dari apa yang terjadi pada jenis-jenis gangguan
haid setelah latihan dan kompetisi dihentikan harus ditangani. Seperti yang
mungkin diharapkan, jawaban lengkap untuk pertanyaan ini belum
tersedia.Bagaimanapun, dasar dari hasil penelitian ini adalah melibatkan
perempuan muda kelompok perenang. Tampak bahwa setelah kompetisi dan pelatihan
dihentikan, menstruasi akan kembali ke pola normal, dan fungsi melahirkan anak
perempuan yang normal dalam segala hal. Agaknya, ini akan berlaku juga untuk
olahraga lain.
Dysmenorrhea (nyeri
haid) mungkin tidak diperburuk atau disembuhkan dengan keikutsertaan olahraga.
Jika ada, mungkin kurang umum pada wanita yang aktif secara fisik dibandingkan
mereka yang tidak. Bagaimanapun, 30% dari sekelompok perenang kompetitif
menyatakan bahwa berenang menyebabkan nyeri di bagian bawah perut. pada setiap
tingkat, dysmenorrhea, jika tidak
parah, seharusnya tidak menghambat kinerja, setidaknya dari sudut pandang
fisiologis. Bagaimanapun, faktor fisiologis juga memainkan peran penting.
2.3
Performa
dan Menstruasi
Pada
tabel 2.1. adalah kompilasi dari temuan yang diperoleh dari berbagai atlet
perempuan yang relatif terhadap performa mereka selama mengalami menstruasi.
Secara umum, hasil ini dilihat dari kebanyakan atlet muda, kinerja fisik itu
sendiri tidak terpengaruh secara material oleh periode menstruasi.
Bagaimanapun, ada variasi individual yang cukup besar. Dari para atlet
perempuan yang melaporkan performa yang lebih buruk selama menstruasi, sebagian
besar adalah atlet endurance
(misalnya, pemain tennis dan atlet dayung). Performa pada pemain bola voli,
bola basket, atlet renang, dan senam lebih baik untuk atlet endurance tetapi masih di bawah normal.
Performa atlet atletik dan lapangan terutama sprinter, tidak terpengaruh hampir begitu banyak oleh menstruasi
seperti penampilan oleh atlet lain. Performa medali emas telah dilaporkan dalam
renang dan atletik.
Tabel 2.1 Peformance
During Menstruation
|
|
Performance
|
Caliber of performance
|
Reference
|
Sport
|
Better
%
|
No
Change %
|
Poorer
%
|
Variabel
|
Olimpics
|
81
|
Track and Field
|
29
|
63
|
8
|
|
Olimpics
|
69
|
variety
|
19
|
43
|
38
|
|
Olimpics
|
147
|
Variety
|
3
|
37
|
17
|
28
|
Unspecified
|
41
|
Variety
|
13-15
|
42-48
|
31-38
|
|
Unspecified
|
8
|
Swimming
|
4
|
48
|
48
|
|
Dari
sudut pandang fisiologis, tanggapan metabolik dan kardiovaskular saat
istirahat, selama latihan submaksimal, dan selama latihan maksimal tidak terpengaruh
secara sistematis selama fase yang berbeda dari siklus menstruasi. Contoh ini
ditunjukkan (Gambar 2.4.) dalam suatu penelitian, respons metabolik dan
kardiovaskular ditentukan saat istirahat dan selama latihan pada delapan atlet
perempuan dilatih dan sembilan perempuan terlatih selama tiga tahap berikut
dari siklus menstruasi: (1) 7 hari setelah ovulation (fase pra-menstruasi), (2)
3 hari setelah timbulnya pendarahan (fase menstruasi), dan (3) 13 hari setelah
terjadinya pendarahan (fase pasca menstruasi). Seperti dapat dilihat, tidak ada
respons, baik saat istirahat atau selama latihan, secara signifikan dipengaruhi
oleh oleh fase yang berbeda dari siklus. Hasil serupa telah ditemukan oleh
orang lain, meskipun beberapa fluktuasi fisiologis kecil saat istirahat, namun
tidak selama latihan, juga telah dilaporkan.
Gambar 2.4. Metabolism
and cardiovascular responses, A, at rest and, B, during maximal exercise are
not systematically affected during the premenstrual phase (7 days after
ovulation), the menstrual phase (3 days after the onset of bleeding), andthe
postmenstrual phase (13 days after the onset of bleeding) of the menstrual
cycle. (Based on data from Fox et al. And Martin)
2.4
Pelatihan dan Kompetisi selama
Menstruasi
Apakah
atlet wanita harus latihan dan atau bersaing selama menstruasi mereka (menstruasi)
adalah masalah pribadi. Seperti terlihat
pada tabel2.2,69% dari wanitayang disurvei pada olahraga
Olimpiade di Tokyo yang selalu berkompetisi selama
menstruasi. Namun, hanya 34%
yang latihan selama menstruasi. Semua berkompetisi
terutama yang melibatkan kompetisi tim. Tren serupa ditemukan
untuk sekelompok perenang muda perempuan,dari 27 anak perempuan, hanya 7 yang latihan selama menstruasi, namun pada saat
kompetisi semua ikut berpartisipasi meskipun bertepatan dengan menstruasi
mereka.
Table 2.2
|
Survey of
olimpic sportswomen concerning participation in training and during
competition during menstruation
|
Participation during menstruation (%)
|
|
Always
|
Sometimes
|
Never
|
Training
|
34
|
54
|
12
|
Competition
|
69
|
31
|
|
Dari sudut pandang medis,
ada beberapa ketidak sepakatan mengenai partisipasi olahraga selama
menstruasi. Beberapa dokter percaya bahwa partisipasi(pelatihan
dan kompetisi) seharusnya tidak diperbolehkan pada mereka
untuk olahraga
yang menyebabkan kejadian lebih besar terhadap menstruasi. Seperti yang
disebutkan di atas yaitu olahraga seperti lari jarak
jauh, ski, senam, tenis, dan dayung. Banyak dokter menyarankan
agar berenang saat menstruasi. Hal ini menarik, karena telah di tetapkan bahwa selama menstruasi, tidak adakontaminasi bakteri dari air di kolam renang dan ada
tanda-tanda infeksi bakteri yang disempurnakan organ reproduksi dari perenang.
Dalam penambahan, Dr AJR yan telah
menyarankan bahwa penggunaan tamponintravaginal telah membuat keduanya mudah
dan nyaman bagi sebagian besar perenang selama menstruasi.
Dari informasi sebelumnya, adalah
wajar untuk menunjukkan bahwa atlet perempuan harus diizinkan untuk latihan dan
bersaing dalam olahraga saat menstruasi asalkan mereka tahu pengalaman
menyeluruh bahwa tidak ada gejala yang tidak menyenangkan akan terjadi dan
bahwa kinerja mereka tidak akan sangat terpengaruh pada saat mereka latihan
maupun berkompetisi selama menstruasi. Pada tingkat persaingan dalam olahraga
modern, atlet tidak mampu membayar kemewahan hilang tiga atau empat hari
latihan, untuk sebagian besar atlet yang kompetitif, pikiran mengenai latihan yang
hilang bahkan tidak dipertimbangkan. Di samping itu, adalah sama masuk akal
bahwa tidak ada atlet perempuan harus dipaksa atau diperintahkan untuk latihan
atau bersaing saat menstruasi jika dia merasa tidak nyaman dan memiliki
pengalaman saat menstruasi akan melakukan latihan maupun kompetisi sangat
buruk.
2.5
Menstruasi dan Kekurangan Zat Besi
Kemampuan hemoglobin untuk bergabung dengan oksigen
tergantung pada komponen besi (heme). Penyediaan iron yang memadai oleh tubuh
perlu untuk mencegah terjadinya iron
deficiency (anemia). Anemia
adalah terjadinya penurunan dari sel darah merah atau penurunan pada kadar
hemoglobin. Penurunan sel darah merah adalah penanda terjadinya penurunan zat
besi karena sebagian besar zat besi digunakan untuk produksi hemoglobin baru.
Pada bab yang telah disebutkan
sebelumnya, beberapa bukti menunjukkan bahwa perempuan lebih rentan terhadap
penurunan zat besi dibanding laki-laki yang disebabkan hilangnya zat besi
melalui menstruasi pada perempuan. Dalam penelitian tentang status nutrisi pada
atlet menunjukkan bahwa atlet perempuan yang mengonsumsi zat besi dalam jumlah
yang memadai dalam pengaturan makanan mereka. Ditambahkan pula bahwa kondisi
tersebut pada atlet perempuan kemungkinan lebih dipengaruhi oleh kebutuhan zat
besi yang lebih besar selama latihan fisik. Sebagai contoh beberapa penelitian
menunjukkan penurunan zat besi dalam plasma darah pada perempuan setelah
latihan fisik. Sedangkan lainnya
menunjukkan penurunan signifikan pada penyediaan zat besi. Di sisi lain
penelitian juga telah melaporkan bahwa pengubahan yang tidak signifikan zat
besi, konsentrasi hemoglobin, atau kapasitas pengikatan zat besi dalam plasma
darah pada atlet perempuan yang melakukan latihan fisik. Penemuan ini untuk menunjukkan kenyataan
tentang pemberian atau tanpa pemberian oral suplemen zat besi. Kesimpulan
berikut tentang kekurangan zat besi dan pemberian oral zat besi pada atlet
perempuan berasal dari satu penelitian yang dilakukan oleh Pate, Maguire dan
Van Wyk, menyimpulkan bahwa tidak ada dasar untuk merekomendasikan semua atlet
perempuan secara rutin meminum suplemen zat besi untuk tujuan prophylactic (pencegahan penyakit). Akan
tetapi pada atlet individu tertentu(orang-orang yang kekurangan zat besi dan/atauanemia) mungkin memerlukan suplemen zat besi. Kami merekomendasikan bahwa
para pelatihan, instruktur pelatihan dan tim dokter untuk benar-benar
menyadari bahwa kekurangan signifikan persentasi zat besi pada perempuan akan
berakibat meningkatanya resiko terkena anemia pada perempuan. Kami menyarankan
tes ketersediaan Hb dan zat besi dimasukkan dalam medical screening pada atlet perempuan dan bahwa
testersebutdiulangsetiap kaliseorang atletmengalamipenurunankinerjaketahanan
dijelaskan.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Simpulan
Fokus utama mengenai siklus
mentruasi pada atletik adalah pada pengembangan
baik pola yang tidak teratur (oligomenorrhea)
atau penghentian di atas 90 hari (amenorrhea). Amenorrhea primer didefinisikan sebagai
keterlambatan mentruasi pertama (menarche)
melampaui dari usia 16 tahun, sedangkan amenorrhea
sekunder adalah berhentinya menstruasi pada perempuan
yang sebelumnya telah menstruasi.
Siklus
menstruasi (ovulasi) adalah fenomena fisiologi yang kompleks. Wells dan Hale
sudah mempresentasikan diskusi fisiologi dan respon menstruasi selama
keikutsertaan dalam olahraga (sport).
Beberapa tipe amenorrhea sekunder
dapat diidentifikasikan, termasuk : (1) anovulasi hipotalamik kronis, (2)
anovulasi pituitari kronis, (3) umpan balik yg kurang sesuai antara hipotalamus
atau pituitari, dan (4) endokrin atau disfungsi metabolik lain. Amenorrhea atletik ditempatkan pada
kategori anovulasi kronis. Sepanjang organ memungkinkan dan faktor psikogenik
mendukung amenorrhea sekunder, hal
ini menyulitkan peneliti untuk menyajikan penyebab dan akibat pasti yang
berhubungan dengan faktor-faktor spesifik tentang keikutsertaan olahraga dan amenorrhea sekunder.
Materi
yang disampaikan masih bersifat umum dan banyak hal lain yang berkaitan belum
disampaikan, sehingga penulis berharap bagi para pembaca untuk mencari sumber
lain untuk mengetahuilebih luas khususnya tentang perempuan dan olahraga .
Penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu diharapkan saran dan
kritik dari pembaca untuk pembelajaran lebih lanjut. Terima kasih banyak kepada
dosen pembimbing yang telah memberikan tugas makalah ini, sebagai proses
pembelajaran untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis, sukses dan sehat
selalu. Amin
DAFTAR
PUSTAKA
Fox L.E, Bowers R.W and Foss M.L, 1993. The Physiological Basis for Exercise and Sport.
Pg. 397-397